Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan undang-undang —sehingga dapat dipaksakan— dengan tiada mendapat
balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya
produksi barang-barang dan jasa
kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.
Lembaga
Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat
jenderal yang ada di bawah naungan Kementerian
Keuangan Republik Indonesia.
Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang
"pajak" yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah :
·
Menurut
Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang
dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan umum (undang-undang)
dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang
gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas
negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
·
Menurut
Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat kepada Kas
Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi
tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah
peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai
pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public
saving yang merupakan sumber utama untuk membiayaipublic
investment.
·
Sedangkan
menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R, pajak
adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan
akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang
ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional,
agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya
sumber daya dari sektor
privat kepada sektor
publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak
menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan
individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan
jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan
jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut
Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang
menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan
sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk
memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan
pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang
dipungut harus berdsarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian
hukum, baik bagi fiskus sebagai
pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983
sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat''
UNSUR PAJAK
Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak
baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor
swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran
yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang unsur-unsur yang
terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut:
1. Pajak dipungut berdasarkan
undang-undang. Asas
ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan "pajak
dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam
undang-undang."
2. Tidak mendapatkan jasa timbal balik
(konraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat
membayar pajak kendaraantor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan
orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.
3. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi
keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi
pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
4. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila
wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi
sesuai peraturan perundag-undangan.
5. Selain fungsi budgeter (anggaran)
yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran Negara yang diperlukan
untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi
sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan
ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).
JENIS PAJAK
Di tinjau dari segi Lembaga Pemungut Pajak dapat di bagi menjadi dua
jenis yaitu:
Sering disebut juga Pajak pusat yaitu pajak yang
dipungut oleh Pemerintah Pusat yang terdiri dari:
Diatur dalam UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan yang diubah terakhir kali dengan UU Nomor 36 Tahun 2008
Diatur dalam UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diubah terakhir
kali dengan UU No. 42 Tahun 2009
Sesuai UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, berikut jenis-jenis Pajak Daerah:
·
Pajak
Provinsi terdiri dari:
a. Pajak Kendaraan Bermotor;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
c.
Pajak Bahan
Bakar Kendaraan Bermotor;
d. Pajak Air Permukaan; dan
e.
Pajak Rokok.
·
Jenis Pajak
Kabupaten/Kota terdiri atas:
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c.
Pajak
Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e.
Pajak
Penerangan Jalan;
f.
Pajak
Mineral Bukan Logam dan Batuan;
g.
Pajak
Parkir;
h. Pajak Air Tanah;
i.
Pajak Sarang
Burung Walet;
j.
Pajak Bumi
dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan.
UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN NEGARA
1. Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan stdd Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009
2. Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan stdd Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008
3. Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah stdd Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2009
4. Undang-Undang
Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan stdd Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2006
5. Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai stdd Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2007
Fungsi pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam
kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak
merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan.
Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
·
Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan
pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini
dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk
pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan
lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan
dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan
dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke
tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin
meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
·
Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak.
Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai
tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal,
baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas
keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah
menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
·
Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk
menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini
bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat,
pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
·
Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan
untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai
pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
Syarat pemungutan pajak
Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat
akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak
akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah,
maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:
·
Pemungutan pajak harus adil
Seperti halnya produk
hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan
dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam
pelaksanaannya.
Contohnya:
1. Dengan mengatur hak dan kewajiban
para wajib pajak
2. Pajak diberlakukan bagi setiap warga
negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak
3. Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara
umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran
·
Pengaturan pajak harus berdasarkan UU
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi:
"Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan
Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan
UU tentang pajak, yaitu:
·
Pemungutan
pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin
kelancarannya
·
Jaminan
hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum
·
Jaminan
hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak
·
Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar
tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik
kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa.
Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya
usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah.
·
Pemungutan pajak harus efesien
Biaya-biaya yang
dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai
pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh
karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk
dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam
pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.
·
Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan
keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib
pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan
dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam
pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan
semakin enggan membayar pajak.
Contoh:
·
Bea materai
disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif
·
Tarif PPN
yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%
·
Pajak perseorangan
untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi
pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi)
ASAS PEMUNGUTAN
Asas pemungutan pajak menurut
pendapat para ahli
Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak,
beberapa ahli yang mengemukakan tentang asas pemungutan pajak, antara lain:
1. Menurut Adam Smith dalam
bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang terkenal "The
Four Maxims", asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.
· Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas
keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan
kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak
diskriminatif terhadap wajib pajak.
· Asas Certainty (asas
kepastian hukum): semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang
melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
· Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau
asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak
(saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima
penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
· Asas Efficiency (asas efisien atau asas ekonomis): biaya
pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya
pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
2. Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
· Asas daya pikul: besar
kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya penghasilan wajib
pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang dibebankan.
· Asas manfaat: pajak yang
dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat
untuk kepentingan umum.
·
Asas kesejahteraan: pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
· Asas kesamaan: dalam
kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus dikenakan
pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).
· Asas beban yang sekecil-kecilnya: pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya
(serendah-rendahnya) jika dibandingkan dengan nilai obyek pajak sehingga tidak
memberatkan para wajib pajak.
3. Menurut Adolf
Wagner, asas pemungutan pahak adalah sebagai berikut:
· Asas politik finansial: pajak yang dipungut negara jumlahnya memadai sehingga dapat membiayai
atau mendorong semua kegiatan negara.
·
Asas ekonomi: penentuan
obyek pajak harus tepat, misalnya: pajak pendapatan, pajak untuk barang-barang
mewah
· Asas keadilan: pungutan
pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi, untuk kondisi yang sama
diperlakukan sama pula.
· Asas administrasi: menyangkut
masalah kepastian perpajakan (kapan, dimana harus membayar pajak), keluwesan
penagihan (bagaimana cara membayarnya) dan besarnya biaya pajak.
·
Asas yuridis: segala
pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang.
ASAS PENGENAAN PAJAK
Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya
atau kepada orang pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai
keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan
yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam
Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan
negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang
perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan
oleh negara untuk mengenakan pajak.
Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara
sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya
untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh
negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:
- Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle): berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income concept).
- Asas sumber: Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan penge¬naan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia.
- Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan (nationality/citizenship principle): Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara menggabungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income.
Terdapat beberapa perbedaan
prinsipil antara asas domisili atau kependudukan dan asas nasionalitas atau
kewarganegaraan di satu pihak, dengan asas sumber di pihak lainnya. Pertama,
pada kedua asas yang disebut pertama, kriteria yang dijadikan landasan
kewenangan negara untuk mengenakan pajak adalah status subjek yang akan
dikenakan pajak, yaitu apakah yang bersangkutan berstatus sebagai penduduk atau
berdomisili (dalam asas domisili) atau berstatus sebagai warga negara (dalam
asas nasionalitas). Di sini, asal muasal penghasilan yang menjadi objek pajak
tidaklah begitu penting. Sementara itu, pada asas sumber, yang menjadi
landasannya adalah status objeknya, yaitu apakah objek yang akan dikenakan
pajak bersumber dari negara itu atau tidak. Status dari orang atau badan yang
memperoleh atau menerima penghasilan tidak begitu penting. Kedua, pada kedua
asas yang disebut pertama, pajak akan dikenakan terhadap penghasilan yang
diperoleh di mana saja (world-wide income), sedangkan pada asas sumber,
penghasilan yang dapat dikenakan pajak hanya terbatas pada penghasilan-penghasilan
yang diperoleh dari sumber-sumber yang ada di negara yang bersangkutan.
Kebanyakan negara, tidak hanya mengadopsi salah satu
asas saja, tetapi mengadopsi lebih dari satu asas, bisa gabungan asas domisili
dengan asas sumber, gabungan asas nasionalitas dengan asas sumber, bahkan bisa
gabungan ketiganya sekaligus.
Indonesia, dari ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994,
khususnya yang mengatur mengenai subjek pajak dan objek pajak, dapat
disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus
dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga menganut asas kewarganegaraan yang parsial,
yaitu khusus dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian subjek pajak
untuk orang pribadi.
Jepang, misalnya untuk individu yang merupakan penduduk
(resident individual) menggunakan asas domisili, di mana berdasarkan asas ini
seorang penduduk Jepang berkewajiban
membayar pajak penghasilan atas keseluruhan penghasilan yang diperolehnya, baik
yang diperoleh di Jepang maupun di luar Jepang. Sementara itu, untuk yang bukan
penduduk (non-resident) Jepang, dan badan-badan usaha luar negeri berkewajiban
untuk membayar pajak penghasilan atas setiap penghasilan yang diperoleh dari
sumber-sumber di Jepang.
Australia, untuk semua badan usaha milik negara maupun swasta
yang berkedudukan di Australia, dikenakan
pajak atas seluruh penghasilan yang diperoleh dari seluruh sumber penghasilan.
Sementara itu, untuk badan usaha luar negeri, hanya dikenakan pajak atas
penghasilan dari sumber yang ada di Australia.
TEORI PEMUNGUTAN
Menurut R. Santoso Brotodiharjo SH, dalam bukunya Pengantar
Ilmu Hukum Pajak, ada beberapa teori yang mendasari adanya pemungutan
pajak, yaitu:
1. Teori asuransi, menurut teori ini, negara mempunyai tugas untuk melindungi warganya
dari segala kepentingannya baik keselamatan jiwanya maupun keselamatan harta
bendanya. Untuk perlindungan tersebut diperlukan biaya seperti layaknya dalam
perjanjian asuransi diperlukan adanya pembayaran premi.
Pembayaran pajak ini dianggap sebagai pembayaran premi kepada negara. Teori ini
banyak ditentang karena negara tidak boleh disamakan dengan perusahaan
asuransi.
2. Teori kepentingan, menurut teori
ini, dasar pemungutan pajak adalah adanya kepentingan dari masing-masing warga
negara. Termasuk kepentingan dalam perlindungan jiwa dan harta. Semakin tinggi
tingkat kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak yang harus
dibayarkan. Teori ini banyak ditentang, karena pada kenyataannya bahwa tingkat
kepentingan perlindungan orang miskin lebih
tinggi daripada orang kaya. Ada perlindungan jaminan
sosial, kesehatan, dan lain-lain. Bahkan orang
miskin justru dibebaskan dari beban pajak.
PENERIMAAN PAJAK DI INDONESIA
Target penerimaan negara Indonesia di sektor pajak
tahun 2006 secara nasional sebesar Rp362 triliun atau mengalami peningkatan 20
persen dari 2005 lalu. Angka tersebut terdiri Rp325 triliun dari pajak dan Rp37
triliun dari Pajak Penghasilan (PPh) Migas.
Target penerimaan negara dari perpajakan dalam APBN 2006
mencapai Rp402,1 triliun. Target penerimaan itu antara lain berasal dari:
· 1. Pajak Penghasilan (PPh) Rp198,22
triliun
· 2. Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN
dan PPnBM) Rp126,76 triliun
· 3 Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) Rp15,67 triliun
· 4. Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Rp5,06 triliun
·
penerimaan
pajak lainnya Rp2,76 triliun.
Pendapatan pajak itu sudah termasuk pendapatan cukai
Rp36,1 triliun, bea masuk Rp17,04 triliun dan pendapatan pungutan ekspor
Rp398,1 miliar.
Total penerimaan pajak dalam lima tahun terakhir
(2001-2005) sudah mencapai Rp1.040 triliun.
Pajak berdasarkan wujudnya, pajak dibedakan menjadi:
- Pajak langsung adalah pajak yang dibebankan secara langsung kepada wajib pajak seperti pajak pendapatan, pajak kekayaan.
- Pajak tidak langsung adalah pajak/pungutan wajib yang harus dibayarkan sebagai sumbangan wajib kepada negara yang secara tidak langsung dikenakan kepada wajib pajak seperti cukai rokok dan sebagainya.
Berdasarkan jumlah yang harus dibayarkan, pajak dibedakan menjadi:
- Pajak pendapatan adalah pajak yang dikenakan atas pendapatan tahunan dan laba dari usaha seseorang, perseroan terbatas/unit lain.
- Pajak penjualan adalah pajak yang dibayarkan pada waktu terjadinya penjualan barang/jasa yang dikenakan kepada pembeli.
- Pajak badan usaha adalah pajak yang dikenakan kepada badan usaha seperti perusahaan bank dan sebagainya.
4. Pajak berdasarkan pungutannya dapat
dibedakan menjadi:
- Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak/pungutan yang dikumpulkan oleh pemerintah pusat terhadap tanah dan bangunan kemudian didistrubusiakan kepada daerah otonom sebagai pendapatan daerah sendiri.
- Pajak perseroan adalah pungutan wajib atas laba perseroan/badan usaha lain yang modalnya/bagiannya terbagi atas saham–saham.
- Pajak siluman adalah pungutan secara tidak resmi/pajak gelap dan merupakan sumber korupsi.
- Pajak transit adalah pajak yang dipungut di tempat tertentu yang harus dilalui oleh pengangkutan orang/barang dari suatu tempat ke tempat lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar