PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 104/PMK.03/2009 TANGGAL 10 JUNI 2009
TENTANG
BIAYA PROMOSI DAN PENJUALAN YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN
BRUTO
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG BIAYA PROMOSI DAN
PENJUALAN YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud
dengan:
1. Biaya Promosi adalah biaya yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak
dalam rangka memperkenalkan, mempromosikan, dan/atau menganjurkan pemakaian
suatu produk baik langsung maupun tidak langsung untuk mempertahankan dan/atau
meningkatkan penjualan.
2. Biaya Penjualan adalah biaya yang dikeluarkan oleh Wajib
Pajak untuk menyalurkan barang dan/atau jasa sampai kepada pembeli dan/atau
pelanggan (customer) baik langsung maupun tidak langsung, termasuk biaya
pengepakan, biaya pergudangan, biaya pengamanan, dan biaya asuransi, dan biaya
lainnya yang diperlukan sampai barang diterima oleh pembeli dan/atau pelanggan
(customer).
3. Distributor Utama adalah perantara baik perorangan atau
badan usaha yang bertindak atas namanya sendiri, yang ditunjuk langsung oleh
pabrikan atau produsen, untuk melakukan penyimpanan, pendistribusian,
pemasaran, serta penjualan barang yang diperoleh langsung dari pabrikan atau
produsen, dalam partai besar kepada retailer atau konsumen akhir.
Pasal 2
Biaya Promosi dan/atau Biaya Penjualan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus
memenuhi kriteria berikut:
a. untuk
mempertahankan dan atau meningkatkan penjualan;
b. dikeluarkan
secara wajar;
c. menurut
adat kebiasaan pedagang yang baik;
d. dapat
berupa barang, uang, jasa, dan fasilitas; dan
e. diterima
oleh pihak lain.
Pasal 3
(1) Untuk
industri rokok, Biaya Promosi hanya dapat dibiayakan oleh:
a. produsen;
b. Distributor Utama; atau
c. importir tunggal.
(2) Besarnya
Biaya Promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:
a. untuk industri rokok yang mempunyai peredaran usaha sampai
dengan Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah), besarnya Biaya Promosi
tidak melebihi 3% (tiga persen) dari peredaran usaha dan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
b. untuk industri rokok yang mempunyai peredaran usaha di atas
Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) sampai dengan
Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah), besarnya Biaya Promosi tidak
melebihi 2% (dua persen) dari peredaran usaha dan paling banyak
Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah);
c. untuk industri rokok yang mempunyai peredaran usaha di atas
Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah), besarnya Biaya Promosi tidak
melebihi 1% (satu persen) dari peredaran usaha dan paling banyak
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
(3) Biaya Promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hanya dapat
dibiayakan sebanyak 1 (satu) kali oleh:
a. produsen;
b. Distributor Utama; atau
c. importir tunggal.
(4) Dalam hal Biaya Promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
telah dikeluarkan baik oleh produsen maupun Distributor Utama, pihak yang
berhak untuk membebankan Biaya Promosi adalah produsen.
(5) Dalam hal rokok tidak diproduksi di Indonesia, pihak yang
berhak untuk membebankan Biaya Promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
adalah importir tunggal.
Pasal 4
(1) Untuk
industri farmasi, Biaya Promosi hanya dapat dibiayakan oleh:
a. produsen;
b. Distributor Utama; atau
c. importir tunggal.
(2) Besarnya Biaya Promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah tidak melebihi 2% (dua
persen) dari peredaran usaha dan paling banyak Rp25.000.000.000,00 (dua puluh
lima miliar rupiah).
(3) Biaya Promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hanya dapat
dibiayakan sebanyak 1 (satu) kali oleh:
a. produsen;
b. Distributor Utama; atau
c. importir tunggal.
(4) Dalam hal Biaya Promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
telah dikeluarkan baik oleh produsen maupun Distributor Utama, pihak yang
berhak untuk membebankan Biaya Promosi adalah produsen.
(5) Dalam hal produk farmasi tidak diproduksi di Indonesia, pihak
yang berhak untuk membebankan Biaya Promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
adalah importir tunggal.
Pasal 5
Dalam hal promosi diberikan dalam bentuk sampel
produk, besarnya biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah
sebesar nilai harga pokok.
Pasal 6
(1) Industri rokok dan industri farmasi wajib membuat daftar
nominatif atas pengeluaran Biaya Promosi dan/atau Biaya Penjualan yang
dikeluarkan kepada pihak lain.
(2) Daftar nominatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit harus memuat data penerima berupa nama, alamat, Nomor Pokok Wajib
Pajak, dan besarnya biaya yang dikeluarkan.
(3) Dalam hal ketentuan untuk membuat daftar nominatif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, Biaya Promosi dan/atau Biaya
Penjualan tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Pasal 7
Tata cara pembebanan dan pelaporan Biaya Promosi
dan/atau Biaya Penjualan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak.
Pasal 8
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada
tanggal 1 Januari 2009.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 132
Tidak ada komentar:
Posting Komentar