PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 31/PMK.03/2008 TANGGAL 19 FEBRUARI 2008
TENTANG
PERUBAHAN KEEMPAT ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 155/KMK.03/2001
TENTANG PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG DIBEBASKAN ATAS IMPOR DAN/ATAU
PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT
ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 155/KMK.03/2001 TENTANG PELAKSANAAN PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI YANG DIBEBASKAN ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA
PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 155/KMK.03/2001 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang
Dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang
Bersifat Strategis yang telah beberapa kali diubah dengan Keputusan Menteri
Keuangan dan/atau Peraturan Menteri Keuangan:
1. Nomor
363/KMK.03/2002;
2. Nomor
371/KMK.03/2003;
3. Nomor
11/PMK.03/2007,
diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 diubah dengan menambah 1 (satu) huruf pada
angka 1 yakni huruf i dan menambah 2 (dua) angka yakni angka 5 dan angka 6,
sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan
ini yang dimaksud dengan:
1. Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis adalah:
a. barang modal berupa
mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak
termasuk suku cadang;
b. makanan ternak, unggas
dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak, unggas dan ikan;
c. barang hasil pertanian;
d. bibit dan/atau benih
dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran, atau
perikanan;
e. dihapus;
f. dihapus;
g. air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air
Minum;
h. listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6.600
(enam ribu enam ratus) watt; dan
i. Rumah Susun Sederhana Milik (RUSUNAMI).
2. Barang hasil pertanian sebagaimana dimaksud pada angka 1
huruf c adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang:
a. pertanian,
perkebunan dan kehutanan;
b. peternakan, perburuan atau penangkapan,
maupun penangkaran; atau
c. perikanan baik dari penangkapan atau
budidaya;
yang
dipetik langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya
termasuk yang diproses awal dengan tujuan untuk memperpanjang usia simpan atau
mempermudah proses lebih lanjut, sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan
Pemerintah nomor 7 TAHUN 2007.
3. dihapus.
4. dihapus.
5. Rumah Susun Sederhana Milik (RUSUNAMI) sebagaimana dimaksud
pada angka 1 huruf i adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu
lingkungan yang' dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan
kamar mandi/WC dan dapur, baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah
dengan penggunaan komunal, yang perolehannya dibiayai melalui kredit
kepemilikan rumah bersubsidi atau tidak bersubsidi, yang memenuhi ketentuan:
a. luas untuk setiap hunian lebih dari 21
m2 (dua puluh satu meter persegi) dan tidak melebihi 36 m2 (tiga puluh enam
meter persegi);
b. harga jual untuk setiap hunian tidak
melebihi Rp 144.000.000,00 (seratus empat puluh empat juta rupiah);
c. diperuntukkan
bagi orang pribadi yang mempunyai penghasilan tidak melebihi Rp 4.500.000,00
(empat juta lima ratus ribu rupiah) per bulan dan telah memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP);
d. pembangunannya mengacu kepada Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum yang mengatur mengenai persyaratan teknis pembangunan rumah susun
sederhana; dan
e. merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan
sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindah tangankan dalam jangka waktu
5 (lima) tahun sejak dimiliki.
6. Termasuk dalam pengertian Rusunami adalah Rusunami
sebagaimana dimaksud pada angka 5 yang diserahkan kepada bank dalam rangka
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang memenuhi ketentuan:
a. dibeli oleh bank dengan tujuan untuk dijual kembali kepada
masyarakat dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah; dan
b. rumah tersebut harus dijual kembali kepada masyarakat dalam
jangka waktu 6 (enam) bulan sejak dibeli.
2. Ketentuan Pasal 4 diubah dengan menambah 1 (satu) ayat yakni
ayat (3), sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4
(1) Atas impor dan/atau penyerahan Barang
Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
angka 1 huruf a, b, c, dan d dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Atas penyerahan Barang Kena Pajak
Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1
huruf g dan h dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
(3) Atas penyerahan Barang Kena Pajak
Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1
huruf i yang dilakukan oleh pengembang atau yang dilakukan oleh bank dalam
rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai.
3. Ketentuan Pasal 5 ayat (6) diubah, dan diantara ayat (2) dan
ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (2a), sehingga Pasal 5 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 5
(1) Pengusaha Kena Pajak yang mengimpor
dan/atau menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a, diwajibkan mempunyai Surat
Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang diterbitkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
(2) Orang pribadi atau badan yang melakukan
impor dan/atau menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat
strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf b, c, dan d, dan/atau
menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf g dan h tidak diwajibkan
mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang diterbitkan oleh
Direktur Jenderal Pajak.
(2a) Orang pribadi atau bank dalam rangka
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, yang menerima penyerahan Barang Kena
Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka
1 huruf i, tidak diwajibkan mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan
Nilai yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(3) Permohonan untuk memperoleh Surat
Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan dokumen impor
dan/atau dokumen pembelian yang bersangkutan.
(4) Atas permohonan Surat Keterangan Bebas
Pajak Pertambahan Nilai, Direktur Jenderal Pajak memberikan keputusan dalam
jangka waktu 5 (lima) hari kerja setelah permohonan diterima lengkap.
(5) Atas Impor Barang Kena Pajak Tertentu
yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
tidak diperlukan Surat Setoran Pajak.
(6) Pemberitahuan Impor Barang (PIB) atas
impor Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dibubuhi cap
"PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NOMOR 12 TAHUN 2001 SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA
KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PP NOMOR 31 TAHUN 2007" oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai."
4. Ketentuan
Pasal 6 ayat (3) diubah, sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6
(1) Orang atau badan yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan
dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Menteri Keuangan ini, wajib melaporkan usahanya kepada Direktur Jenderal Pajak
untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sesuai dengan ketentuan
perpajakan yang berlaku.
(2) Menyimpang dari ketentuan pada ayat (1),
terhadap orang atau badan yang semata-mata melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf
g atau huruf h, tidak diwajibkan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak.
(3) Pengusaha Kena Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib menerbitkan Faktur Pajak dan membubuhkan cap
"PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NOMOR 12 TAHUN 2001 SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA
KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PP NOMOR 31 TAHUN 2007.
5. Diantara Pasal 6 dan Pasal 7 disisipkan 2 (dua) pasal yakni
Pasal 6A dan Pasal 6B, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6A
(1) Pembebasan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat
strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) diberikan kepada Orang
pribadi yang wajib memiliki atau membuat:
a. Surat keterangan dari pemberi kerja
mengenai besarnya penghasilan yang diterima setiap bulan, dalam hal pembeli
adalah karyawan;
b. Surat pernyataan mengenai besarnya
penghasilan yang diterima setiap bulan, dalam hal pembeli melakukan pekerjaan
bebas; dan
c. Surat pernyataan bahwa rumah tersebut
adalah unit hunian pertama yang dimiliki dan digunakan sendiri sebagai tempat
tinggal.
(2) Dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diserahkan kepada bank pemberi Kredit Pemilikan Rumah pada saat
mengajukan permohonan kredit pemilikan Rusunami.
Pasal 6B
(1) Atas penyerahan Barang Kena Pajak
Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1
huruf i yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka
5, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Jika pengembang atau bank dalam rangka
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang melakukan penyerahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak memungut Pajak Pertambahan Nilai, maka Pajak
Pertambahan Nilai yang terutang ditagih dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar.
6. Ketentuan
Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 8
(1) Dalam hal Barang Kena Pajak Tertentu
yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a yang
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, ternyata digunakan tidak
sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain baik
sebagian atau seluruhnya dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak impor
dan/atau perolehannya, maka Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibebaskan wajib
dibayar dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Barang Kena Pajak Tertentu yang
bersifat strategis tersebut dialihkan penggunaannya atau dipindahtangankan.
(2) Dalam hal Barang Kena Pajak Tertentu
yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf i yang
diserahkan kepada Orang pribadi, ternyata digunakan tidak sesuai dengan tujuan
semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya
dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak perolehannya, maka Pajak
Pertambahan Nilai yang telah dibebaskan wajib dibayar dalam jangka waktu 1
(satu) bulan sejak Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis tersebut
dialihkan penggunaannya atau dipindahtangankan.
(3) Dalam hal Barang Kena Pajak Tertentu
yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf i yang
diserahkan kepada bank dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 6, maka Pajak
Pertambahan Nilai yang telah dibebaskan wajib dibayar dalam jangka waktu 1
(satu) bulan sejak tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 angka 6.
(4) Direktur Jenderal Pajak dapat
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar kepada Pengusaha Kena Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Orang pribadi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), dan bank sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang tidak memenuhi
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat-ayat tersebut.
(5) Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) merupakan
Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan."
Pasal II
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada
tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 1 Mei
2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar